Twenty twenty
Menjalani hari-hari tanpa kepastian - seperti ini pikiran manusia hampir di seluruh muka bumi saat ini
1 Juni 2020, hari kesekian setelah merasakan istirahat hebat. Istirahat yang kebanyakan orang suka, sebut saja work from home. Aku juga suka, hari-hari yang bebas, bekerja sesuka hati & tetap dapat salary. Tapi itu tidak etis, terima salary dengan kondisi di rumah aja jadi pahlawan, sedangkan profesi lain berjuang mati-matian. Ada juga yang terpaksa ikhlas melepas pekerjaan yang jadi jembatan rezeki selama ini.
Aku suka kebebasan, menjalani tuntutan pekerjaan bagaimanapun caranya yang penting selesai sesuai aturan. Tapi kondisi ini bukan kebebasan. Anjuran di rumah aja dengan sedikit paksaan gak boleh keluar rumah tidak sama dengan bebas. Ini justru jadi tantangan luar biasa bagi sebagian orang dan menjadi pengakuan bahwa menjadi kaum rebahan itu butuh skill.
16 Maret - 1 Juni 2020 adalah periode yang gak pernah kebayang disuruh tunggal di rumah, sama panjangnya kaya libur antar semester. Bedanya, kondisi ini gak bisa dimanfaatkan seperti liburan semester. Tapi justru diisi dengan ide & karya baru yang memungkinkan. Mungkin ada kaitannya juga dengan fenomena gadget - mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat. Orang-orang sibuk main gadget padahal lagi kumpul fisik sama temen-temennya. Kondisi saat ini nih, yang aling cocok sama istilah itu. Saat pertemuan fisik menjadi sebuah larangan & pertemuan virtual sangat diramaikan.
Dunia emang sedang berubah. Dua angka kembar tahun ini kasih peringatan yang cukup dalam supaya kita tetep sadar kalau ada yang lebih ga masuk akal untuk ditakuti. Hal yang tak terlihat sekalipun, virus. Ini aja waspada karena udah tau dampaknya, kalau belum pasti akan menganggap ini hal yang lumrah kebanyakan. Semua diyakinkan dengan hal-hal ilmiah & penelitian meskipun ga semua orang paham tentang ilmu itu - pokoknya dijelasin sampai paham kalau bahaya. Keyakinan itu sejatinya bisa disamakan dengan keyakinan ada Dzat pencipta alam. Kita ga bisa lihat juga kan? Tapi Dia ada.
Aku yakin, banyak hikmah di balik semua ini. Lebih-lebih 23 April - 24 Mei kemarin adalah bulan Ramadhan 1441 H. Waktu yang sangat dirindukan untuk bersujud serendah-rendahnya. Kondisi (harus) di rumah aja & Ramadhan bukankan hal paling membahagiakan, memaksimalkan ibadah di rumah - buat yang diperantauan tetep berkurang load pekerjaannya juga. Disuruh apalagi kalo di rumah aja saat Ramadhan? Ibadah.
- Begitu indah cara Allah memberi ruang untuk mengistirahatkan pikiran & menyerahkan ujung peristiwa ini hanya pada-Nya. 2.5 bulan lamanya (dan belum ada kepastian) menunggu di rumah, ternyata lama juga. 2 minggu pertama okelah bisa melakukan hal baru (berjemur & rutin olahraga), kemudian mulai bosen dengan rutinitas & merasa tertekan dengan keadaan. Allah pertemukanlah dengan Ramadhan, bener-bener sebagai obat & suasana berubah saat Ramadhan (meski gak bisa tarawih di masjid, beli takjil, sholat ied). Seusai Ramadhan, masih belum ada kepastian & gak bisa melakukan Syawalan fisik pada umumnya.
Baiklah, mungkin ini cara Allah melihat siapa yang bertahan. Bertahan dengan (yang menurutku) ketidakpastian, tapi percayalah akan ada kepastian indah di ujung sana. Mumpung masih bulan Syawal & siapapun yang membaca ini, aku mohon maaf atas segala kesalahan & mohon doanya untuk Meika yang lebih baik lagi.
Komentar
Posting Komentar